Senin, 21 Maret 2011

ISLAM DAN PERBANKAN SYARIAH

Oleh
Endar Rini Pengelola BMT Bina Insani

A. ISLAM SEBAGAI DIEN YANG KOMPREHENSIF DAN UNIVERSAL
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan mengemban 2 ( dua ) tugas, yang pertama yaitu sebagai hamba yang hanya mengabdi / beribadah kepada Allah (Q.S. Adz-Dzariyat : 56) dan yang kedua sebagai khalifah di muka bumi (Q.S. Al Baqoroh : 30), yang diberi amanah untuk mengelola bumi beserta segala isinya dengan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama.
Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Allah memberikan petunjuk / panduan hidup kepada manusia melalui rasul-Nya. Petunjuk tersebut berupa Ad-Dien yang merupakan kumpulan hukum / ketentuan-ketentuan yang meliputi segala aspek kehidupan yang dibutuhkan manusia, baik akidah, akhlak, maupun syariah.
Dua komponen pertama, akidah dan akhlak bersifat konstan / tetap. Keduanya tidak mengalami perubahan apapun dengan berbedanya waktu dan tempat. Sedangkan syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradapan umat manusia yang berbeda-beda sesuai dengan masa rasul dari masing-masing umat diutus. Hal tersebut diungkapkan Allah dalam Al Quran, “… Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang ….” (Q.S. Al Maidah : 48 ).
Oleh karena itu, syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir yang diutus untuk seluruh umat manusia, mempunyai karakteristik tersendiri. Syariah ini bukan saja bersifat menyeluruh ( komprehensif ), tetapi juga bersifat umum ( universal ).
Komprehensif berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual ( ibadah ) maupun sosial ( muamalah ). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan Khaliq-nya. Ibadah juga merupakan sarana untuk memgingatkan secara kontinu tugas manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi rules of the game atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial. ( Muhammad Syafi’i Antonio, 2001 : 4 ).

Universal bermakna bahwa syariah Islam dapat diterapkan kepada setiap umat, setiap ras, setiap suku bangsa dan strata sosial dalam setiap waktu dan tempat sampai Hari Akhir nanti. Ia merupakan petunjuk dan rahmat bagi seluruh umat manusia. Inilah yang dijelaskan Allah dalam Al Quran :
“ Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam “. ( Q.S. Al Anbiya : 107 ).

B. PRINSIP DASAR DAN SISTEM OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH
Prinsip dan sistem perbankan syariah berbeda dengan sistem perbankan konvensional, karena sistem keuangan dan perbankan syariah merupakan sub sistem dari suatu sistem ekonomi Islam yang cakupannya lebih luas sehingga perbankan syariah tidak hanya dituntut untuk menghasilkan profit secara komersial, tetapi juga dituntut untuk secara sungguh-sungguh merealisasikan nilai-nilai syariah.
Prinsip dan sitem perbankan syariah tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Larangan riba ( bunga ) dalam berbagai bentuk transaksi.
Seperti yang diungkapkan Direktur Tazkia Institut Zainul Arifin (Republika, 27 Agustus 2003) sebenarnya bukan hanya Islam yang secara tegas melarang riba termasuk pembungaan uang, sejumlah agama termasuk kristen, bangsa Yunani dan Yahudi juga memiliki paham yang sama.
Dalam Islam larangan riba tercantum dalam Al Quran antara lain surat Al Baqoroh ayat 278 sebagai berikut :
“ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman “.
2. Prinsip titipan atau simpanan ( Al Wadi’ah ).
Al Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepada pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.
Landasan syariahnya antara lain :
“ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak menerimanya ….” ( Q.S. An Nisa : 58 )
Dalam aplikasinya bank sebagai penerima simpanan dapat menggunakan 2 (dua) konsep / akad, yaitu :
- Al wadi’ah yad amanah, pihak yang menerima tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan.
- Al wadi’ah yad adh-dhamanah, pihak yang menerima boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan, dimana dalam hal ini bank mendapatkan bagi hasil dari pengguna dana dan bank dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bonus.
3. Menggunakan sistem bagi hasil.
Sistem bagi hasil meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana, yaitu antara bank dengan nasabah penyimpan maupun dengan nasabah penerima dana / pembiayaan.
Berdasarkan prinsip ini, akad yang dipakai antara lain :
- Al Musyarokah, yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Landasan syariahnya Q.S. An Nisa : 12.
- Al Mudharobah, yaitu akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan, dan jika terjadi kerugian yang bukan diakibatkan oleh kelalaian pengelola, pemilik modal menanggung kerugian sebesar pembiayaan yang diberikan atau sesuai kesepakatan. Landasan syariahnya Q.S. Al Jumu’ah : 10.
4. Sistem Jual Beli.
Sistem ini menerapkan tata cara jual beli. Dengan demikian bentuk pelayanannya adalah pembiayaan pembelian barang. Landasan syariahnya antara lain terdapat dalam Al Quran surat Al Baqoroh ayat 275 :
“ … Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba … “
Akad yang berdasarkan prinsip tersebut antara lain :
- Al Murobahah, yaitu transaksi jual beli dengan pembayaran tangguh ( misalnya 1 bulan, 3 bulan ).
- Al Ba’i Bitsaman Ajil, yaitu transaksi jual beli dengan pembayaran angsuran / cicilan.
5. Sistem Sewa
Akad yang dipakai berdasarkan sistem sewa adalah Al Ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa. Landasan syariahnya firman Allah dalam Al Quran sebagai berikut :
‘’ Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut…. “ (Q.S. Al Baqoroh : 233)
6. Sistem Jasa / Fee
Pada sistem ini bank diperbolehkan memungut jasa / fee atas jasa pelayanan pembayaran melaui pengalihan hutang atau atas layanan jasa / program lainnya. Berdasarkan prinsip tersebut akad yang digunakan diantaranya :
- Al Kafalah, merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak yang ditanggung. Landasan syariahnya antara lain : Q.S. Yusuf ayat 72.
- Al Hawalah, adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang / pihak lain. Hal tersebut diperbolehkan antara lain berdasarkan Hadis riwayat Bukhari-Muslim yang artinya : Apabila salah seorang diantara kamu diminta untuk dialihkan pembayaran hutangnya kepada yang berkemampuan maka terimalah.

C. PERBEDAAN ANTARA BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL
Dari uraian tentang prinsip dan sistem operasional perbankan syariah di atas, maka perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional serta perbedaan antara sistem bagi hasil dengan sistem bunga (riba ) dapat terlihat dalam tabel berikut ini :
C.1. BANK ISLAM
1. Melakukan investasi yang halal saja.
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa.
3. Profit dan falah (kebahagiian dunia akhirat) oriented.
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan.
5. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah.
C.2. BANK ISLAM
1. Investasi yang halal dan haram.
2. Memakai perangkat bunga.
3. Profit oriented.
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kreditur debitur.
5. Tidak terdapat dewan sejenis.
Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press bekerja sama dengan Yayasan Tazkia Cendekia.

Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil
BUNGA
1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
2. Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang ( modal ) yang dipinjamkan.
3. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh nasabah untung atau rugi.
4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah ke-untungan berlipat.
5. Eksistensi bunga diragukan ( kalau tidak dikecam ) oleh semua agama termasuk Islam.
BAGI HASIL
1. Penentuan besarnya rasio / nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
2. Besarnya rasio bagi hasil bergantung pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.
Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press bekerja sama dengan Yayasan Tazkia Cendekia.
6
D. SEKILAS TENTANG PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA
Sejarah perbankan syariah di Indonesia ditandai dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia ( BMI ) pada tahun 1992. Namun dalam perkembangannya tidak begitu menggembirakan. Barulah sejak krisis moneter melanda negeri ini, BMI sebagai satu-satunya bank syariah saat itu mampu menunjukkan ketegarannya selamat dari badai krisis tersebut dimana di saat bersamaan banyak bank-bank konvensional yang kolaps dan dilikuidasi, pamor bank syariahpun mulai menjulang.
Perkembangan bank syariah pada era reformasi semakin mengalami kemajuan yang pesat setelah disetujuinya UU Perbankan No. 10 tahun 1998 yang di dalamnya juga memuat aturan tentang landasan hukum dan operasional perbankan syariah. Tahun 2001 merupakan tahun booming bank syariah karena sejak saat itu banyak berdiri bank-bank syariah, bank konvensional pun tidak ketinggalan membuka cabang / divisi / unit syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.
Berdasarkan data Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, hingga akhir tahun 2006, di Indonesia terdapat 3 (tiga) bank umum syariah, yakni Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI) dan ada 29 unit / divisi usaha syariah dari bank konvensional seperti UUS BNI, UUS BRI, Divisi syariah Danamon dan lain-lain. Selain itu ada 83 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), dan juga ada 1 bank asing yang telah membuka layanan syariah yaitu The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited (HSBC). Total aset perbankan syariah secara keseluruhan mencapai Rp 25,488 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah mencapai Rp 19,347 triliun, dan jumlah pembiayaan mencapai Rp 20,391 triliun.
Produk dan layanan perbankan syariah pun terus berkembang dan makin inovatif. Misalnya layanan Office Channeling ( Kebijakan pemerintah tentang diperbolehkannya bank konvensional menerima penyetoran dana / tabungan dari nasabah bank syariah ), juga produk inovatif dari BMI yaitu kartu bertabungan bebas riba Shar-E.
Dengan melihat fakta-fakta tersebut, didukung dengan makin tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap ekonomi syariah juga perkembangan teknologi yang digunakan bank syariah, prospek perbankan syariah di masa yang akan datang akan semakin cerah.

E. KESIMPULAN
Dari keseluruhan apa yang telah diuraikan di muka, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
a. Islam merupakan dien yang lengkap / menyeluruh meliputi segala aspek kehidupan, petunjuk Allah untuk semua umat manusia untuk mecapai kemakmuran hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Selama kita menerapkan Islam secara parsial / sebagian saja, maka kita akan mengalami keterpurkan dunia dan kerugian ukhrawi, seperti yang ditegaskan Allah dalam firman-Nya :
“ … Apakah kalian beriman kepada sebagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari pada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang amat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat ” ( Q.S. Al Baqoroh : 85 ).
b. Perbankan syariah merupakan salah satu jalan keluar yang tepat bagi bangkitnya perekonomian umat dan bangsa Indonesia, karena prinsipnya yang berdasarkan keadilan, transparansi dan bebas riba.
F. SARAN
Mengingat pentingnya peran perbankan syariah sebagai salah satu bagian dari sistem ekonomi Islam, maka untuk mendorong semakin berkembangnya perbankan syariah, maka perlu dilakukan upaya-upaya :
a. Mendesak pemerintah dan DPR untuk segera merampungkan RUU Perbankan Syariah, sehingga perbankan syariah mempunyai landasan hukum yang lebih kuat dan mempunyai aturan tersendiri yang terpisah dari UU Perbankan Konvensional.
b. Para Ulama hendaknya lebih berperan dalam upaya sosialisasi kepada masyarakat mengenai perbankan syariah, sehingga tidak ada lagi kebingungan dan keraguan umat akan sistem perbankan syariah dan sistem ekonomi Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Al Quran Terjemah Depag RI, 1992, Semarang : Nur Cahaya
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktek, Jakarta : Gema Insani Press bekerja sama dengan Tazkia Cendekia.
Bahreisy, Salim, 1987, Tarjamah Riadhus Shalihin, Cetakan ke 10, Bandung : PT. Al Ma’arif
Surat kabar harian umum Republika, Edisi 27 Agustus 2003.

1 komentar:

handoyo mengatakan...

Sistem ekonomi islam hanya akan tumbuh dan berkembang dalam sistem islam sendiri.. Tidak di sistem yg lain.
(Kekhalifahan islam/khilafatul muslin) adalah satu2nya sistem kehidupan kaum muslimin..