Kamis, 14 Februari 2013

Biasiswa Pendidikan Bina Insani Tahun ajaran 2012/ 2013


Sebagai wujud  kepedulia sosiala dalam tahun ajaran 2012/2013 LSU Bina insane kembali menyerahkan beasiswa pendidikan untuk tingkat  SD dan SMP.  Besarnya biasiswa untuk SD adalah Rp 350.000,- / siswa dan Rp 800.000,- / siswa untuk  tingakat SMP.   Biasiswa pendidikan ini merupakan salah satu peogram  di bidang  social  yang  dilakuakan setiap tahun  dengan beasiswa ini diharapkan dapat meringankan beban wali murid.
Daftar Penerima Beaasiswa   Tingkat SMP tahun ajaran 2012/2013
NO
NAMA
SEKOLAH
1
Laela Asrifatul
SMP IT LOGARITMA
2
Three Afifah
SMP IT LOGARITMA
3
Nita Romadhoni
SMP IT LOGARITMA
4
Marwaa Huwaidah
SMP IT LOGARITMA
5
Nurila Azhary
SMP IT LOGARITMA
6
Amir Fikfi Gholido
SMP IT LOGARITMA
7
Hanif Muhammad Ikhsan
SMP IT LOGARITMA
8
Rayyan Maryamah
SMP IT LOGARITMA
9
Akbar Saifulloh
SMP IT LOGARITMA

Rabu, 13 Februari 2013

Pendidikan Karakter

Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi
Ketika anak-anak sekolah hobi tawuran hingga baku bunuh; di saat anak-anak remaja kecanduan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba); manakala kasus perkosaan biasa menimpa remaja wanita bahkan anak-anak dibawah umur, orang lalu bertanya salah siapa?
Jika orang mencari kesalahan tuduhan pertama tentu mengarah pada pendidikan sekolah. Tapi pihak sekolah pasti akan mengkritik pendidikan orang tua. Orang tua pun merasa tidak berdaya melawan pengaruh kehidupan masyarakat yang rusak. Seperti sebuah lingkaran, orang tidak segera menemukan sebab awalnya.
Kini solusi yang ditawarkan adalah pendidikan karakter (character education) yang dibebankan ke pundak sekolah. Di Amerika pendidikan ini sebenarnya bukan hal baru. Sebelum terjadi hura hara kekerasan di sekolah-sekolah Amerika, Horce Mann, tokoh pendidikan Amerika, sudah mendukung dan mengarahkan adanya program pendidikan karakter di sekolah. Tapi ia bersama tokoh pendidikan abad 20 ragu pendidikan karakter ini akan mengarah pendidikan moral. Sebab moral biasanya dikaitkan dengan keluarga dan gereja.
Meski dikhawatirkan menjadi pendidikan moral atau agama, tapi pada tahun 1980 dan 1990an pendidikan karakter di Amerika memperoleh perhatian kembali. Menurut Vessels, G. G  ini untuk pencegahan dekadensi moral (Character and community development: A school lanning and teacher training handbook, 1998,  hal.5). Tapi menurut Beach, W dan Lickona, T., ini bukan hanya mencegah tapi sudah harus memperbaiki moral yang sudah merosot. (Lihat Beach, W. Ethical education in American public schools. Lickona, T. (1991). Educating for character: How our schools can teach respect and responsibility).
Tapi karena inisiatif solusi ini tidak datang dari pendidik, penekanannya hanya pada perilaku standar dan kebiasaan yang positif. Perhatian kembali ini didukung oleh para politisi dan pemimpin Negara. Clinton, misalnya mengadakan lima konferensi tentang pendidikan karakter. Dilanjutkan oleh George W Bush yang menjadikan pendidikan karakter sebagai fokus utama dalam agenda reformasi pendidikan.
Tapi apa itu pendidikan karakter itu? Lockwood, A. T mengartikan pendidikan karakter sebagai program sekolah, untuk membentuk anak-anak muda secara sistematis dengan nilai-nilai yang diyakini dapat mengubah perilaku mereka.  (Lockwood, A. T. Character education: Controversy and consensus 1997, hal. 5-6).  Namun secara luas diartikan pula sebagai penanaman sifat sopan, sehat, kritis, dan sikap-sikap sosial seperti kewarganegaraan yang dapat diterima masyarakat.
Kekhawatiran Horace Mann terbukti. Pendidikan karakter dianggap sama dengan pendidikan moral atau sekurangnya mirip. Maka para penganut Protestan di Amerika segera mencium bau pendidikan moral dalam pendidikan karakter ini. Mereka pun protes. Ini mereka anggap sebagai penjelmaan dari program pendidikan agama dan nilai yang dianggap telah gagal di masa lalu.
Untuk itu arti pendidikan moral mulai dikaburkan dari nilai-nilai agama dan diartikan sebagai upaya sadar untuk membantu orang lain mencari pengetahuan, skill, tingkah laku, dan nilai untuk kepentingan pribadi dan sosial  (Kirschenbaum, 100 ways to enhance values and morality in school and youth settings).
Tapi istilah dan konsep pendidikan karakter pun bukan tanpa masalah. Apa yang disebut baik dan perilaku baik itu di Barat relatif. Nilai baik buruk berubah seiring dengan perubahan kehidupan. Akhirnya pendidikan bukan untuk menanamkan nilai, tapi menggali nilai-nilai yang sesuai dengan nilai mereka yang boleh jadi bersifat lokal.  Di Amerika karakter yang ditanamkan di sekolah sesuai dengan latar belakang dan perkembangan sosial dan ekonomi mereka sendiri.
Di Amerika isu sentralnya adalah nilai-nilai feminisme, liberalisme, pluralisme, demokrasi, humanisme dan sebagainya.  Maka arah pendidikan karakter di sana adalah untuk mencetak sumber daya manusia yang pro gender, liberal, pluralis, demokratis, humanis agar sejalan dengan tuntutan sosial, ekonomi, dan politik di Amerika. Tapi herannya mengapa di Indonesia yang problemnya berbeda mesti harus menanamkan nilai-nilai dari negara asing?
Berhasilkah pendidikan karakter ini menyelesaikan masalah bangsa Amerika? Ternyata tidak. Pada tahun 2007 Kementerian Pendidikan Amerika Serikat melaporkan bahwa mayoritas pendidikan karakter telah gagal meningkatkan efektifitasnya.  Bulan oktober 2010 sebuah penelitian menemukan bahwa program pendidikan karakter di sekolah-sekolah tidak dapat memperbaiki perilaku pelajar atau meningkatkan prestasi akademik.
Ternyata dibalik itu terdapat beberapa masalah. Pertama tidak ada kesepakatan dari konseptor dan programmer pendidikan karakter tentang nilai-nilai karakter apa yang bisa diterima bersama. Karakter kejujuran, kebaikan, kedermawanan, keberanian, kebebasan, keadilan, persamaan, sikap hormat dan sebagainya secara istilah bisa diterima bersama. Namun, ketika dijabarkan secara detail akan berbeda-berbeda dari satu bangsa dengan bangsa lain.
Masalah kedua, ketika harus menentukan tujuan pendidikan karakter terjadi konflik kepentingan antara kepentingan agama dan kepentingan ideologi. Ketiga, konsep karakter masih ambigu karena - merujuk pada wacana para psikolog - masih merupakan campuran antara kepribadian (personality) dan perilaku (behaviour).
Persoalan keempat dan terakhir arti karakter dalam perspektif Islam hanyalah bagian kecil dari akhlaq. Pendidikan karakter hanya menggarami lautan makna pendidikan akhlaq. Sebab akhlaq berkaitan dengan iman, ilmu dan amal.
Semua perilaku dalam Islam harus berdasarkan standar syariah dan setiap syariah berdimensi maslahat. Maslahat dalam syariah pasti sesuai dengan fitrah manusia untuk beragama (hifz al-din), berkepribadian atau berjiwa (hifz al-nafs), berfikir (hifz al-‘aql), berkeluarga (hifz al-nasl) dan berharta (hifz al-mal). Jadi untuk menyelesaikan persoalan bangsa secara komprehensif tidak ada jalan lain kecuali kita letakkan agama untuk menjaga kemaslahatan manusia dan kita sujudkan maslahat manusia untuk Tuhannya. Wallahu a’lam.*

Sumber  : http://www.insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=520:pendidikan-karakter&catid=23:pendidikan-islam&Itemid=23

Jumat, 08 Februari 2013

WORKSHOP PEMBENTUKAN FORUM KPAD


           Perlindungan terhadap anak adalah kewajiban yang harus dilakukan baik oleh orang tua, masyarakat dan negara. Mengingat bahwa anak adalah amanah dan karunia dari Yang Maha Esa,  anak adalah generasi penerus yang mempunyai peran strategis untuk kelangsungan bangsa dan negara. Namun anak adalah individu yang masih lemah dan rentan sehingga perlu perlindungan agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.

Orang tua, masyarakat, dan negara mempunyai peran dan tanggungjawab yang berbeda. Salah satu tanggung jawab negara adalah membuat aturan agar perlindungan anak itu bisa terlaksana dengan baik. Sebagai tindak lanjut dari Undang-undang Perlindungan Anak, Pemerintah Kabupaten Kebumen sedang membuat Peraturan Daerah tentang Perlindungan Anak, sedangkan di tingkat desa sudah ada beberapa desa di Kabupaten Kebumen yang telah membuat Peraturan Desa tentang Perlindungan Anak, dan mendirikan Kelopok Perlindungan Anak Desa.

         Kelompok Perlindungan Anak Desa mempunyai peran strategis, dalam rangka menjalankan peran masyarakat dalam perlindungan anak di Desa. Mereka adalah kader yang diharapkan paling memahami, dan peduli terkait masalah yang berkaitan dengan perlindungan anak.Oleh karena itu keberadaan, keberdayaan, serta perluasan jaringan Kelompok Perlindungan Anak Desa adalah hal yang penting untuk diwujudkan. Dalam rangka membantu mewujudkan hal tersebut maka Yayasan Bina Insani Kebumen bekerja sama dengan Plan PU Kebumen menyelenggarakan Workshop Pembentukan Forum Kelompok Perlindungan Anak Desa Kabupaten Kebumen.

          Workshop tersebut diselenggarakan pada tanggal 9 s/d 10 Januari  bertempat di Hotel Candisari  Karanganyar-Kebumen dan di ikuti oleh 15 KPAD dengan narasumber dari Bina Insani, Formasi dan LBH Pakhis Kebumen.