Rabu, 26 Januari 2011

Ta’awun Sebuah Keharusan

Tolong menolong atau ta’awun adalah kebutuhan hidup manusia yang tidak dapat dipungkiri. Kenyataan membuktikan, bahwa suatu pekerjaan atau apa saja yang membutuhkan pihak lain, pasti tidak akan dapat dilakukan sendirian oleh seseorang meski dia memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang hal itu.
Ini menunjukkan, bahwa tolong-menolong dan saling membantu adalah keharusan dalam hidup manusia.Allah Ta’ala telah berfirman,”Dan tolong-menoolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al-Maidah: 2)

A. Klasifikasi Manusia dalam Ta’awun.
Ada empat klasifikasi manusia di dalam tolong-menolong, yaitu:

1. Al-mu’in wal Musta’in.
Yaitu orang yang memberi pertolongan dan juga minta tolong. Orang ini memiliki sikap timbal balik dan inshaf (seimbang). Ia laksanakan kewajibannya dan ia juga mengambil apa yang menjadi haknya. Ia seperti orang yang berutang ketika sangat butuh, dan mengutangi orang lain ketika sedang dalam kecukupan.

2. La Yu’in wa la Yasta’in.
Yaitu orang yang tidak mau menolong dan juga tidak minta tolong. Ia ibarat orang yang hidup sendirian dan terasing, tidak mendapatkan kebaikan, namun juga tidak mendapat kejelekan orang. Dia tidak dicela karena tidak pernah mengganggu, namun tidak pernah mendapatkan kebaikan dan ucapan terima kasih karena tidak melakukan sesuatu untuk orang lain. Namun posisinya lebih dekat pada posisi tercela.

3.Yasta’in wa la Yu’in.
Yaitu orang yang maunya minta tolong saja, namun tidak pernah mau menolong. Ia adalah orang yang paling tercela, terhina dan terendah. Ia sama sekali tidak punya semangat berbuat baik dan tidak punya perasaan khawatir mengganggu orang. Tidak ada kebaikan yang diharapkan dari orang bertipe ini, maka cukuplah seseorang dianggap hina jika ketidakberadaannya membuat orang lain lega dan merdeka. Ia tidak mendapatkan loyalitas dan ukhuwah. Dan di masyarakat, ia bahkan sering menjadi penyakit dan racun yang mengganggu.

4. Yu’in wa la Yasta’in
Yaitu orang yang selalu menolong orang lain, namun dia tidak meminta balasan pertolongan mereka. Ini merupakan orang yang paling mulia dan berhak mendapatkan pujian. Dia telah melakukan dua kebaikan dalam hal ini, yaitu memberi pertolongan dan menahan diri dari mengganggu orang. Tidak pernah merasa berat di dalam memberi bantuan dan tidak pernah mau berpangku tangan ketika ada orang lain butuh pertolongan.

B. Beberapa Faedah Ta’awun
Dalam ta’awun ada banyak sekali manfaat yang dapat diambil, di antaranya :

1. Dengan tolong-menolong, pekerjaan akan dapat terselesaikan dengan lebih sempurna. Sehingga jika di satu sisi ada kekurangan, maka yang lain dapat menutupinya.

2. Dengan ta’awun dakwah akan lebih sempurna dan tersebar.

3. Ta’awun dan berpegang teguh kepada al-jama’ah adalah perkara ushul (pokok) dalam ahlus sunnah wal jama’ah. Dengan tolong-menolong, maka telah terealisasi salah satu pokok ajaran Islam.

4. Dengan saling menolong dan kerja sama, maka akan memperlancar pelaksanaan perintah Allah, membantu terlaksananya amar ma’ruf dan nahi munkar. Saling merangkul dan bergandeng tangan akan menguatkan antara satu dengan yang lain, sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah Sallallahu ‘alahi wasallam.

5. Ta’awun melahirkan cinta dan belas kasih antara orang yang saling menolong dan menepis berbagai macam fitnah.

6. Ta’awun mempercepat tercapainya target pekerjaan, dengannya pula waktu dapat dihemat. Sebab waktu amat berharga bagi kehidupan seorang muslim.

7.Ta’awun akan memudahkan pekerjaan, memperbanyak orang yang berbuat baik, menampakkan persatuan dan saling membantu. Jika dibiasakan, maka itu akan menjadi modal kehidupan sebuah ummat.

C. Bagaimana Mewujudkan Ta’awun
Agar ta’awun dapat terwujud dengan baik, maka harus diperhatikan kiat-kiat berikut ini:

1. Mengerti Masalah Khilaf.
Perbedaan pendapat itu ada dua macam, yaitu perbedaan tanawwu’(variatif) dan perbedaan tadhad (kontradiktif). Perbedaan tanawwu’ adalah perbedaan yang hanya menyangkut jenis dan macam amalan dan bukan masalah yang prinsip sehingga tidak diperbolehkan mengingkari pelakunya. Orang yang tidak faham masalah ini akan menganggap, bahwa setiap perbedaan adalah berlawanan (tadhad) dan bertentangan, sehingga siapa saja yang tidak sama dengannya dianggap sebagai lawan atau musuh. Masuk dalam perbedaan tanawwu’ yaitu perbedaan bidang kerja dan spesialisasi orang perorang. Ada yang memiliki kemampuan dalam bidang tulis-menulis, ada yang pandai berorasi, ada yang mampu berinfaq membangun masjid atau sekolah dan ada yang menangani bidang sosial kemanusiaan dst. Maka dalam hal ini, seseorang tidak boleh mencela yang lainnya, saling mengejek dan menganggap apa yang ia kerjakan adalah yang paling baik.

2. Menjauhi Penyakit Hati.
Kerja sama dan saling menolong tidak akan terealisasi, jika masing-masing elemen terkena penyakit hati, seperti hasad (dengki), benci dan dendam, amarah dan saling buang muka. Semua itu akan menyebabkan perpecahan serta menjadi penghalang dari terjalinnya ta’awun.

3. Mensosialisasikan Hadits Nabi Sallallahu ‘alahi wasallam, yang menjelaskan, bahwa orang-orang mukmin di dalam saling cinta, bergandengan dan berkasih sayang, seperti satu tubuh. Jika satu anggota sakit, maka bagian tubuh yang lain juga akan merasakan sakit.

4. Memperbaiki Hubungan Sesama Muslim.
Memperbaiki hubungan sesama muslim sangat mendukung terlaksananya ta’awun. Dengan hubungan yang baik, akan mencegah permusuhan dan menyambung tali ta’awun dan ukhuwah. Allah Ta’ala berfirman, “Sebab itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara saudaramu.” (al-Hujurat:10).

5. Menyatukan Barisan dan Meminimalisir Perbedaan.
Dengan anjuran agar saling mempererat hubungan dan tolong-menolong serta menjauhi perpecahan umat, maka persatuan sangat mungkin diraih. Kita sadar, bahwa di antara tipu daya orang-orang kafir dan munafik adalah dengan mencerai beraikan persatuan dan melemahkan semangat ta’awun.

6. Membudayakan Sikap Ringan Tangan.Yaitu membiasakan diri agar mudah memberi bantuan kepada sesamamuslim, dan merasa senang dengannya. Merasa berat, dan enggan jika dimintai bantuan.

7. Menyadari Bahwa Ta’awun adalah Sebuah Keharusan di Setiap Tempat. Baik dengan anggota keluarga, sesama muslim dan tetangga, maka kapan seseorang merasa bahwa ta’awun adalah sebuah keharusan, maka dengan sendirinya ia akan cepat terealisasi.

8. Membiasakan Tepat Waktu.
Disiplin dan tepat waktu ketika melakukan pekerjaan bersama akan menumbuhkan semangat ta’awun. Karena ini menunjukkan adanya perhatian dan anggapan penting akan pekerjaan tersebut.

9. Pembagian Kerja.
Membagi pekerjaan sesuai kemampuan dan keahlian masing-masing , sangat membantu proses ta’awun. Sebab seseorang yang melakukan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya akan merasa senang dan menjadikan kerja sama lebih kuat dan membuahkan hasil yang efisien dan optimal .

10. Menyadari Pentingnya Da’wah. Dengan mengetahui pentingnya da’wah dan tujuan yang akan dicapai, maka akan mempererat jalinan ta’awun. Sebab seorang da’i pasti membutuhkan pihak-pihak yang membantu dan mendukungnya.

11. Menyadari bahwa salah satu sebab kemunduran dan lemahnya umat Islam adalah karena sikap saling menjauh antara mereka.

Sumber: Kutaib “At-Ta’awun wa Atsaruhu fi at-Taghyir” Abdullah bin Sulaim al-Qurasyi.

Diambil dari : wahdah.or.id

Minggu, 23 Januari 2011

TK ABI Candi Membangun Ruang Kelas Baru

Pendidikan berkualitas memerlukan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Dalam penyelengaraan pendidikan, sarana prasaran sangat di butuhkan untuk menghasilkan Kegiatan Belajar Mengajar yang efektif dan efisien. Sarana prasarana adalah salah satu bagian input, sedangkan input merupakan salah satu subsistem. Sarana prasarana merupakan bagian penting yang perlu disiapkan secara cermat dan berkesinambungan, sehingga dapat dijamin selalu terjadi Kegiatan Belajar Mengajar yang berkualiats.

Menyadari hal diatas TK Al Islam Bina Insani Candi Kec. Karangnyar merencanankan pembangunan sarana dasar yang berupa 2 Lokal untuk Ruang Kelas dan 1 Lokal untuk kantor dimana Pembangunananya telah dimulai sekitar dua minggu yang lalu.
Menurut Ustadzah Yani Selaku Kepala sekolah TK Al Islam Bina Insani Candi pembangunan ruang kelas dan kantor memerlukan biaya sekitar Rp 120.000.000,-( seratus dua puluh juta rupiah )
" Terus terang saja kita tidak mempunyai biaya sebesar itu " ujar ustadzah Yani
" Namun pembangunan itu harus dilaksankan mengingat Ruang Kelas yang ada benar benar sudah tidak layak, dan kalau hujan air masuk ruang kelas " Lanjut beliau.
" Untuk itulah kami sangat berharap bantuan dari siapa saja yang peduli pada pendidikan anak usai dini, sampai saat ini selama dua minggu semua tenaga kerjanya juga merupakan relawan baik dari wali murid maupun simpatisan LSU Bina Insani "
Bagi siapa yang berniat membantu pembangunan ini silakan menghubungi Dra. Sri Winarti.MH ( 081 328 195 547 ) atau Mustika Aji ( 081 391 016 316 ).

Selasa, 18 Januari 2011

Mari Begambung dalam Acara " Bercerita Bersama Kak Bimo "

Bercerita merupakan salah satu methode pembelajaran yang ampuh untuk menanam dan menumbuhkan kepribadian anak sejak dini. Secara naluriah, setiap anak (termasuk saya di masa kecil) senang dengan cerita atau dongeng karena berkembangnya kemampuan berbicara anak semakin menuntut keingintahuan mereka akan banyak hal dengan cara diceritakan. Bercerita atau mendongeng merupakan metode sekaligus media komunikasi yang menjadi tradisi dari generasi ke generasi.
Berikut ini beberapa manfaat cerita bagi kepribadian anak.
1. Mengembangkan kemampuan berbicara dan memperkaya kosa kata anak, terutama bagi anak-anak batita yang sedang belajar bicara.
2. Bercerita atau mendongeng merupakan proses mengenalkan bentuk-bentuk emosi dan ekspresi kepada anak, misalnya marah, sedih, gembira, kesal dan lucu.
3. Memberikan efek menyenangkan, bahagia dan ceria, khususnya bila cerita yang
disajikan adalah cerita lucu.
4. Mentimulasi daya imajinasi dan kreativitas anak, memperkuat daya ingat, serta membuka cakrawala pemikiran anak menjadi lebih kritis dan cerdas.
5. Dapat menumbuhkan empati dalam diri anak.
6. Melatih dan mengembangkan kecerdasan anak.
7. Sebagai langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak.
8. Merupakan cara paling baik untuk mendidik tanpa kekerasan, menanamkan nilai moral dan etika juga kebenaran, serta melatih kedisiplinan.
9. Membangun hubungan personal dan mempererat ikatan batin orang tua dengan anak. Ini merupakan manfaat yang paling penting bagi kita juga anak-anak kita, terutama bagi kita yang tidak bisa selalu mendampinginya.

Begitu banyaknya manfaat bercerita bagi anak namun demikian tidak semua guru atau orang tua dapat bercerita dengan baik. Menyadari hal tersebut Bina Insani Teacher Assosiation ( BITA ) merencana mengadakan kegiatan " Bercerita Bersama Kak Bimo ".
yang akan dilaksanakan pada :
Hari : Sabtu 26 Februari 2011
Waktu : 08.00 s/d 11.30
Tempat : Pendopo Kecamatan Karanganyar
Bagi yang berminat mengikuti acara tersebut dapat menghubungi ketua ( Ustadzah Rofi"ah ) atau menghubungi dan berkordinasi dengan TK / Paud Berikut ini
Taman Kanak Kanak Islam Terpadu Az Zahro Plarangan Karanganyar
1.Taman Kanak kanak Al Islam Bina Insani Pekuncen Sempor
2.Taman Kanak kanak Al Islam Bina Insani Candi Karanganyar
3.Taman Kanak kanak Al Islam Bina Insani Kedung Wringin Sempor
4.Taman Kanak kanak Al Islam Bina Anak Mulia Pandansari
5.Pendidikan Anak Usia Dini Islam Terpadu Az Zahro Plarangan Karanganyar
6.Pendidikan Anak Usia Dini Islam Bina Insani Pekuncen
7.Pendidikan Anak Usia Dini Islam Bina Insani Karangjambu

Sabtu, 15 Januari 2011

Madrasah Diniyah Islamiyah Bina Insani Grenggeng

Secara sosiologis madrasah diniyah didirikan untuk memfasilitasi masyarakat yang hendak menyekolahkan anaknya agar mau mempelajari ilmu-ilmu keislaman dan berharap agar anaknya berperilaku dengan akhlak-al-karimah (akhlak mulia). Dan keunikan madrasah diniyah adalah proses pembelajarannya dilaksanakan di waktu sore hari dari sekitar pukul 14.00 s.d 17.00. Pemanfaatan waktu siang sampai dengan sore hari itu bukan tanpa alasan karena madrasah diniyah melayani pendidikan anak-anak yang dipagi harinya ber-sekolah formal. Sebagai institusi pendidikan islam kerakyatan, peran madrasah diniyah dalam proses internalisasi ajaran-ajaran islam dan tradisi-tradisi keagamaan dalam sebuah komunitas masyarakat muslim tidak dapat diabaikan begitu saja.

Madrasah diniyah memiliki signifikansi dalam melestarikan kontinuitas pendidikan islam dan nilai-nilai moral etis keislaman bagi masyarakat. Madrasah Diniyah Islamiyah Bina Insani Grenggeng adalah slah satu upaya LSU Bina Insani meberikan pelayanan pendidikan keagamaan pada anak dan remaja. Madrasah Diniyah Islamiyah Bina Insani Grenggeng dengan nomor satatistik madrasah diniyah : 211233050108 didirikan pada tahun 1997 saat ini di dipimpin oleh Ustadz Sudiyanto S. Pd I. Untuk meningkatkan kualitas PBM Madrasah Diniyah Islamiyah Bina Insani Grenggeng berencana membangun Ruang Klas Baru ( RKB ) memnfaatkan tanah wakah dari Sdr Awal Giyono seluas 162 m2. Bagi yang tertarik menafkan hartanya di jalan Alloh bisa menghubungi Ustad Sudiyanto S. Pd I ( Hp : 085 328 015 720 )

Menggagas Pusat Dakwah, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat. ( PPPM – Bina Insani )

Kondisi umat yang belum memahami Islam secara benar dan utuh, Lemahnya kualaitas SDM serta kemiskinan dan kemunduran ekonomi menjadi PR yang berat bagi umat Islam . Sementara arus globalisasi ( westernisasi ) melanda di segala bidang dan menyeruak sampai wilayah wilayah pedesaan. Globalisasi disamping membawa manfaat disisi lain juga membawa tantangan dan efek buruk. Hal ini tentunya menuntut umat Islam untuk menyikapi dan bertindak secara tepat dan cerdas dengan tetap berpedomanan pada nilai dan syariat Islam.
Memahami kondisi diatas LSU Bina Insani sebagai sebuah lembaga yang mempunyai visi untuk memajukan peradaban yang berdasar pada nilai nilai Islam mempunyai rencana jangka panjang untuk mendirikan Pusat Dakwah, Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat dengan mengadopsi dan memadukan konsep pesantren, pedepokan dan PKBM ( Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ). Lokasi pembangunan direncanan di Kecamatan Karanggayam dengan memanfaatkan tanah wakaf ( dengan luas 1 Ha ) yang telah diamanahkan kepada LSU Bina insani.
Pusat Dakwah, Pendidikan dan Pemberdayaan Masayarakt ( PPPM Bina Insani ) diharapkan menjadi pusat ibadah, tempat pembelajaran ilmu agama, tempat pendidikan formal dan non formal ( pendidikan kesetaraan dan kursus kursus ketrampilan) , tempat demplot pertanian dan peternakan serta sebagai tempat untuk diskusi dan pertemuan masyarakat dalam memecahkan problematikan kehidupan. Ini memang sebuah gagasan besar yang tentunya juga membutuhkan sdm dan biaya yang besar untuk itulah kami mengundang partisipasi pihak pihak yang mempuyai kepedulian terhadap kemajuan umat Islam.

Minggu, 09 Januari 2011

Tamu yang Cantik, Intelek, dan Sederhana

Hari Kamis tanggal 30 Desember 2010, LSM Bina Insani kedatangan tamu Mahasiswa S3 Universitas Bristol, Inggris, yang berasal dari Korea Selatan. Berhubung sebagian besar pengurus sedang rapat di Komplek Pesantren Daruth Thoyibah, maka tamu dari Korea Selatan itu diterima di Pesantren yang terletak di JL.Kelurahan Jatiluhur, KM.1, Karanganyar, tidak di kantor Bina Insani jalan Raya Pejagoan Kebumen.
Dijamu Sayur Lodeh Jantung Pisang/Monteng
Ternyata Choi In A amat senang diajak ngobrol santai di Gazebo pesantren yang berada di atas kolam ikan, dengan bahasa Indonesia yang masih terbata-bata dan Bahasa Inggris yang kalah fasih dengan Mrs. Cici Faizal, Guru Bahasa Inggris di Pondok Pesantren Daruth Thoyibah.
Amat sederhana tempat untuk menerima tamu tersebut, tetapi cukup berkesan sekaligus dengan kesederhanaan lain yaitu dijamu dengan menu yang betul-betul ndeso…..yaitu sayur lodeh jantung pisang. …… Demikian disampaikan oleh ketua LSM Bina Insani, Dra Sri Winarti, M.H atau Mbak Wien. “Karena kami betul-betul tidak siap menjamu jamuan yang memadai, apalagi tamu dari mancanegara, namun kami bersyukur karena acara makan siang hari itu tampak amat berkesan, dan barangkali seumur hidup juga baru kali ini ia menikmati sayur ndeso itu”.
Di Indonesia berumur 28 di Korea 29
In A yang masih amat muda untuk seorang mahasiswa S3, karena baru berumur 28 tahun, yang kemudian disambut oleh aktifis muda Bina Insani, Divin. “Itu umur Indonesia atau Korea?” Ia amat terkesan karena ada anak muda Indonesia yang mengetahui budaya Korea, karena bila umur menurut sistim Indonesia 28, maka menurut sistim korea adalah 29 tahun karena dalam kandungan dihitung satu tahun. Ia juga amat senang karena ternyata anak muda di Indonesia seperti aktifis muda Bina Insani itu amat paham bintang-bintang Korea, bahkan tahu beberapa potongan bahasa Korea, karena memang sinetron dan lagu-lagu korea banyak penggemarnya di kalangan kawula muda kita.
Tugas Penelitian Untuk Disertasi
Choi In A datang ke Indonesia melakukan penelitian untuk tugas Disertasi S3nya di Universitas Bristol Inggris, jurusan Sosiologi & Hubungan Internasional. Di Kebumen juga bagian dari penelitian untuk bertemu dengan berbagai pihak, eksekutive, legislative, dan dari kalangan N.G.O.
Anak muda Indonesia perlu banyak berkaca dari In A, seorang anak muda yang energik, intelek, tapi tetap sederhana…………., ternyata pengetahuannya tentang musisi Korea masih kalah dengan aktifis muda Bina Insani. “oo itu gak ganteng matanya terlalu sipit…..” begitu komentarnya ketika membahas seorang artis Korea yang sedang ngetop. Lho ternyata gadis Korea ini gak suka yang matanya sipit…….? ***

Sabtu, 01 Januari 2011

Wasiat Ali radhiallahu ‘anhu kepada muridnya, Kumail bin Ziyad

Ali radhiallahu ‘anhu berwasiat kepada muridnya, Kumail bin Ziyad,

يا كميل بن زياد القلوب أوعية فخيرها أوعاها للعلم احفظ ما أقول لك الناس ثلاثة فعالم رباني ومتعلم على سبيل نجاة وهمج رعاع اتباع كل ناعق يميلون مع كل ريح لم يستضيئوا بنور العلم ولم يلجئوا إلى ركن وثيق

“Wahai Kumail bin Ziyad. Hati manusia itu bagaikan bejana (wadah). Oleh karena itu, hati yang terbaik adalah hati yang paling banyak memuat ilmu. Camkanlah baik-baik apa yang akan kusampaikan kepadamu. Manusia itu terdiri dari 3 kategori, seorang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Seorang yang terus mau belajar, dan orang inilah yang berada di atas jalan keselamatan. Orang yang tidak berguna dan gembel, dialah seorang yang mengikuti setiap orang yang bersuara. Oleh karenanya, dia adalah seorang yang tidak punya pendirian karena senantiasa mengikuti kemana arah angin bertiup. Kehidupannya tidak dinaungi oleh cahaya ilmu dan tidak berada pada posisi yang kuat.” (Hilyah al-Auliya 1/70-80).

Menjadi Pribadi Yang Bersyukur

Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA

“Mereka (Para Jin) bekerja untuk Sulaiman sesuai dengan apa yang dikehendakinya, di antaranya (membuat) gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah. Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur”. (Saba’:13)

Ayat ini mengabadikan anugerah nikmat yang tiada terhingga kepada keluarga nabi Daud as sebagai perkenan atas permohonan mereka melalui lisan nabi Sulaiman as yang tertuang dalam surah Shaad: 35, “Ia berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi”. Betapa nikmat yang begitu banyak ini menuntut sikap syukur yang totalitas yang dijabarkan dalam bentuk amal nyata sehari-hari.

Tampilnya keluarga Daud sebagai teladan dalam konteks bersyukur dalam ayat ini memang sangat tepat, karena dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda:

“Shalat yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat nabi Daud; ia tidur setengah malam, kemudian bangun sepertiganya dan tidur seperenam malam. Puasa yang paling dicintai oleh Allah juga adalah puasa Daud; ia puasa sehari, kemudian ia berbuka di hari berikutnya, dan begitu seterusnya”.

Bahkan dalam riwayat Ibnu Abi Hatim dari Tsabit Al-Bunani dijelaskan bagaimana nabi Daud membagi waktu shalat kepada istri, anak dan seluruh keluarganya sehingga tidak ada sedikit waktupun, baik siang maupun malam, kecuali ada salah seorang dari mereka sedang menjalankan shalat. Dalam riwayat lain yang dinyatakan oleh Al-Fudhail bin Iyadh bahwa nabi Daud pernah mengadu kepada Allah ketika ayat ini turun. Ia bertanya: “Bagaimana aku mampu bersyukur kepada Engkau, sedangkan bersyukur itupun nikmat dari Engkau? Allah berfirman, “Sekarang engkau telah bersyukur kepadaKu, karena engkau mengakui nikmat itu berasal daripada-Ku”.

Keteladanan nabi Daud yang disebut sebagai objek perintah dalam ayat perintah bersyukur di atas, ternyata diabadikan juga dalam beberapa hadits yang menyebut tentang keutamaan bekerja. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seseorang itu makan makanan lebih baik dari hasil kerja tangannya sendiri. Karena sesungguhnya nabi Daud as senantiasa makan dari hasil kerja tangannya sendiri.”

Bekerja yang dilakukan oleh nabi Daud tentunya bukan atas dasar tuntutan atau desakan kebutuhan hidup, karena ia seorang raja yang sudah tercukupi kebutuhannya, namun ia memilih sesuatu yang utama sebagai perwujudan rasa syukurnya yang tiada terhingga kepada Allah swt.

Secara redaksional, yang menarik karena berbeda dengan ayat-ayat yang lainnya adalah bahwa perintah bersyukur dalam ayat ini tidak dengan perintah langsung “Bersyukurlah kepada Allah”, tetapi disertai dengan petunjuk Allah dalam mensyukuri-Nya, yaitu “Bekerjalah untuk bersyukur kepada Allah”. Padahal dalam beberapa ayat yang lain, perintah bersyukur itu langsung Allah sebutkan dengan redaksi fi’il Amr, seperti dalam firman Allah yang bermaksud, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku”. (Al-Baqarah: 152), juga dalam surah Az-Zumar: 66, “Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”.

Redaksi seperti dalam ayat di atas menunjukkan bahwa esensi syukur ada pada perbuatan dan tindakan nyata sehari-hari. Dalam hal ini, Ibnul Qayyim merumuskan tiga faktor yang harus ada dalam konteks syukur yang sungguh-sungguh, yaitu dengan lisan dalam bentuk pengakuan dan pujian, dengan hati dalam bentuk kesaksian dan kecintaan, serta dengan seluruh anggota tubuh dalam bentuk amal perbuatan.

Sehingga bentuk implementasi dari rasa syukur bisa beragam; shalat seseorang merupakan bukti syukurnya, puasa dan zakat seseorang juga bukti akan syukurnya, segala kebaikan yang dilakukan karena Allah adalah implementasi syukur. Intinya, syukur adalah takwa kepada Allah dan amal shaleh seperti yang disimpulkan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi.

Az-Zamakhsyari memberikan penafsirannya atas petikan ayat, “Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah” bahwa ayat ini memerintahkan untuk senantiasa bekerja dan mengabdi kepada Allah swt dengan semangat motifasi mensyukuri atas segala karunia nikmat-Nya. Ayat ini juga menjadi argumentasi yang kuat bahwa ibadah hendaklah dijalankan dalam rangka mensyukuri Allah swt.

Makna inilah yang difahami oleh Rasulullah saw ketika Aisyah mendapati beliau senantiasa melaksanakan shalat malam tanpa henti, bahkan seakan-akan memaksa diri hingga kakinya bengkak-bengkak. Saat ditanya oleh Aisyah, “Kenapa engkau berbuat seperti ini? Bukankah Allah telah menjamin untuk mengampuni segala dosa-dosamu?” Rasulullah menjawab, “Tidakkah (jika demikian) aku menjadi hamba Allah yang bersyukur”. (HR. Al-Bukhari).

Pemahaman Rasulullah saw akan perintah bersyukur yang tersebut dalam ayat ini disampaikan kepada sahabat Mu’adz bin Jabal ra dalam bentuk pesannya setiap selesai sholat, “Hai Muaz, sungguh aku sangat mencintaimu. Janganlah engkau tinggalkan setiap selesai sholat untuk membaca do’a, “Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa berzikir (mengingatiMu), mensyukuri (segala nikmat)Mu, dan beribadah dengan baik”. (HR. Abu Daud dan Nasa’i).

Dalam pandangan Sayid Qutb, penutup ayat di atas “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur” merupakan sebuah pernyataan akan kelalaian hamba Allah swt dalam mensyukuri nikmat-Nya, meskipun mereka berusaha dengan semaksimal mungkin, tetapi tetap saja mereka tidak akan mampu menandingi nikmat Allah swt yang dikaruniakan terhadap mereka yang tidak terbilang. Sehingga sangat ironis dan merupakan peringatan bagi mereka yang tidak mensyukurinya sama sekali. Dalam hal ini, Umar bin Khattab ra pernah mendengar seseorang berdo’a, “Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan yang sedikit”. Mendengar itu, Umar terkejut dan bertanya, “Kenapa engkau berdoa demikian?” Sahabat itu menjawab, “Karena saya mendengar Allah berfirman, “Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur”, makanya aku memohon agar aku termasuk yang sedikit tersebut.

Ciri lain seorang hamba yang bersyukur secara korelatif dapat ditemukan dalam ayat setelahnya bahwa ia senantiasa memandang segala jenis nikmat yang terbentang di alam semesta ini sebagai bahan perenungan akan kekuasaan Allah swt yang tidak terhingga, sehingga hal ini akan menambah rasa syukurnya kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Allah swt berfirman diantaranya, “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur”. (Saba’:19). Ayat yang senada dengan redaksi yang sama diulang pada tiga tempat, yaitu surah Ibrahim: 5, Luqman: 31, dan surah Asy-Syura’: 33.

Memang komitmen dengan akhlaqul Qur’an, di antaranya bersyukur merupakan satu tuntutan sekaligus kebutuhan di tengah banyaknya cobaan yang menerpa bangsa ini dalam beragam bentuknya. Jika segala karunia Allah swt yang terbentang luas dimanfaatkan dengan baik untuk kebaikan bersama dengan senantiasa mengacu kepada aturan Allah swt, Sang Pemilik Tunggal, maka tidak mustahil, Allah swt akan menurunkan rahmat dan kebaikanNya untuk bangsa ini dan menjauhkannya dari malapetaka, karena demikianlah balasan yang tertinggi yang disediakan oleh Allah swt bagi komunitas dan umat yang senantiasa mampu mensyukuri segala bentuk nikmat Allah swt:

“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui”. (An-Nisa’:147) Allahu A’lam.